Suku Asmat adalah sebuah suku dari daerah Papua.Suku Asmat dikenal dengan ukiran kayunya yang unik.Suku Asmat selalu diindentikan dengan patung ukiran atau pahatan tradisional.Hal ini disebabkan karena pahatan atau ukiran tradisional telah diekspose keluar oleh berbagai kalangan dalam bentuk festival budaya,baik di Agast maupun di Jayapura,Bali,Jogja,dan Jakarta ataupun diluar negeri seperti di KBRI Denhag Belanda pada tanggal 28 Agustus-5 September 2008 dalam rangka mengundang dunia,mempromosikan Trade,Tourism,and Investment (TTI) serta mendukung pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
(Laporan radio Heelvezen,Belanda,Jam 18.30 WIB,6 September 2008).
Terlebih lagi Suku Asmat telah ditetapkan sebagai situs warisan budaya dunia oleh PBB pada Bulan Februari,2004.
Patung pahatan atau ukiran yang diikutkan dalam festival ini selalu dijual dengan cara dilelang,Keunggulan masing-masing pahatan biasanya mencapai Rp. 40jt/buah dan paling rendah Rp. 1jt/buah.Patung pahatan atau ukiran bisa semahal seperti ini karena gambar atau image dalam patung tersebut menceritakan secara apik tentang suatu kisah yang dialami oleh seseorang tertentu atau suatu kelompok masyarakat tertentu di lingkungan Suku Asmat.
Populasi Suku Asmat terbagi menjadi 2 yaitu mereka yang tinggal di Pesisir Pantai dan mereka yang tinggal dibagian Pedalaman.Kedua populasi ini jelas berbeda dalam hal dialek,cara hidup,struktur sosial,dan ritual.Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam 2 bagian yaitu Suku Bisman yang terletak dibagian Sungai Sinesty dan Sungai Nin serta Suku Simai.
Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya.Ketika musuhnya dibunuh,mayatnya dibawa kekampung,kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama.Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya.Otaknya dibungkus daun sagu yang dipanggang dan dimakan.
Sekarang biasanya 100-1000 org hidup disuatu kampung.Setiap kampung punya satu rumah bujang dan banyak rumah keluarga.Rumah bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan.Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga,yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri.Hari ini ada kira-kira 70.000 org Asmat hidup di Indonesia.Mayoritas anak-anak Asmat bersekolah.
Sumber : http://id.wikipedia.org./wiki/Suku Asmat
Kondisi Geografis Suku Asmat
Wilayah yang mereka tinggali sangat unik.Dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai.Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 Kecamatan atau Distrik.Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000 milimeter/tahun.Setiap hari juga pasang surut laut masuk kewilayah ini,sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur.Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk diatas tanah yang lembek.Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini.Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset,terutama saat hujan.
Makanan Pokok
Makanan Pokok orang Asmat adalah sagu,hampir setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara api.Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu,biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah,ditaburi sagu,dan dibakar dalam bara api.Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap.
Namun demikian yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih.Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan tanah berawa.Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Rumah Tradisional
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
Agama
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik,Protestan,dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.
Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.
(Kal Muller,Mengenal Papua,2008,hal.31)
Sumber Daya Alam
Selain ikan,cucut,kepiting,udang,teripang,ikan penyu,cumi-cumi,dan hewan lainnya yang melimpah ruah.Daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa,seperti : rotan,kayu,gahar,kemiri,kulit masohi,kulit lawang,damar,dan kemenyan.
Wanita dalam Pandangan Suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung kakatua dan nuri,serta bakung),seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka.Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat.Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya,mengisap tembakau,dan berjudi.Kadang suami membuat rumah atau perahu,namun dengan batuan istri.Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar.Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani.Mendayung perahu,menebang kayu,dan membawanya pulang adalah tugas istri.Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan,maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan.Jika mereka kalah judi,maka istri pula yang akan dijadikan obyek kekesalan.Mereka yang tinggal di Agats,kini terbiasa pula untuk mabuk,mereka lebih rentan untuk mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
Kadangkala laki-laki Asmat mengukir,jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta.Ketika laki-laki mengukir,maka tugas perempuan akan semakin bertambah.Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir.Semakin lama laki-laki mengukir,semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan.Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan bahkan menjaring ikan,lebih tragisnya lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya,perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan.
Padahal tanpa makanan itu,satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat.
(Dewi Linggasari,2004,Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat.Yogyakarta : Bigraf Publishing,bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation.Hal.22).
Bencana Asmat
Bencana bagi Suku Asmat kurang lebih ada 3,yaitu ;
1. Penyakit Malaria
2. Buaya
3 HIV/AIDS
Setelah virus HIV/AIDS marak di Asmat dan mulai merenggut korban jiwa,semakin bertumpuk daftar persoalan yang harus dihadapi PEMDA dan seluruh masyarakat Asmat.Sebagai sebuah Kabupaten baru yang tengah sibuk-sibuknya melakukan pembenhan infrastruktur dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan baru,dalam berbagi aspek,berjangkitnya HIV/AIDS ini merupakan sebuah pukulan telak yang bakal menyedot dana,waktu,tenaga,dan pikiran dari segenap komponen masyarakat Asmat,instansi-instansi terkait dalam jajaran pemerintahan Kabupaten Asmat khususnya dan sudah pasti butuh Pemerintah Pusat perlu segera mengambil langkah-langkah penanggulanggannya.
Sumber : http://deateytomawin.wordpress.com/2009/06/15/wajah-suku-asmat-di-balik-kemasyuran-ukiran-dan-pahatan-tradisional/
Opini :
Suku Asmat merupakan salah satu suku yang berasal dari Papua,saya teratarik untuk mengambil bahasan mengenai Suku Asmat,karena Asmat terkenal dengan pahatan atau ukiran kayunya sampai ke Mancanegara,dan setiap pahatan atau ukiran-ukiran kayu yang dibuat memiliki arti dari kehidupan seorang Asmat,maka inilah yang membuat bahwa kerajinan tangan ini berbeda dengan yang lain,dan nilai dari pahatan atau ukiran kayu pantas dihargai dengan sangat mahal dan mayoritas anak-anak Asmat mengenyam pendidikan,namun dibalik itu semua ada yang membuat hati miris siapapun yang membaca,bahwa Asmat tidak bisa menghargai wanita,walaupun mereka tetap menganggap wanita merupakan sosok yang penting dan berharga didalam hidupnya.Suku Asmat masih memiliki kebudayaan yang kental dengan menggelar upacara adat dengan rutin.Dan saya berharap kebudayaan ini tidak akan hilang,walaupun seiring perubahan jaman yang sangat cepat.